Athome.id – Manajemen perubahan pada suatu perusahaan tidaklah mudah diterapkan, karena pada umumnya perubahan sulit diimplementasikan. Meskipun beberapa upaya telah dilakukan untuk memodelkan manajemen perubahan dalam sistem informasi perusahaan, kebanyakan hanya membahas “seperti apa” proses perubahan tersebut dan tidak membahas “mengapa” prosesnya seperti apa adanya.
Rekayasa ulang proses bisnis (RUPB) melibatkan serangkaian kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mendesain ulang proses bisnis yang ada untuk meningkatkan kinerja korporasi. Dalam ekonomi kompetitif saat ini, perusahaan bergerak sangat dinamis karena berusaha merasionalisasi, berinovasi, dan beradaptasi dengan keadaan yang berubah (Kueng dan Kaulek, 1997).
Ada model proses yang berbeda untuk digunakan dalam fase analisis, desain, dan implementasi (Georgakopoulos, 1995; Kueng, 1996; Mylopoulos, 1999; Ould, 1995; Gans, 2003). Terlepas dari program desain ulang proses yang dipilih dan model yang digunakan, RUPB membawa serta masalah perubahan perusahaan dan prosesnya, seperti perubahan misi, restrukturisasi, teknologi, dan program, misalnya kualitas total manajemen dan arsitektur korporasi.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk membuat model manajemen perubahan dengan menggunakan teknik pemodelan konseptual konvensional seperti diagram alir data dan analisis berorientasi objek (Harmon, 2003), sebagian besar fungsional dan tidak dapat menjelaskan tentang peluang dan kerentanan. Dan saat ini perlu teknik baru yang memasukkan masalah perubahan dan risiko terkait dengan memodelkan hubungan yang disengaja antar aktor proyek (Chung, 2000; Mylopoulos, 1999; dan Molani, 2003).
Studi serupa telah dilakukan di bidang rekayasa persyaratan (Donzelli, 2002; Donzelli dan Bresciani, 2003), proses verifikasi dan validasi (Gans, 2001), serta kepercayaan dan keamanan sistem informasi (Gans, 2003). Dalam suatu proyek, perusahaan perlu menggunakan konsep pemodelan dependensi yang disengaja antara aktor untuk mengeksplorasi asal-usul struktural dari perubahan. Persyaratan perubahan fase awal dapat dimodelkan menggunakan teknik ketergantungan aktor.
Pemodelan Aktor Strategis
Perusahaan harus fokus pada pemodelan yang melibatkan elemen penting seperti ketergantungan tujuan, tugas, dan sumber daya (Mylopoulos, 1999; Molani, 2003; Sutcliffe dan Minocha, 1999). Tujuannya adalah untuk memodelkan masalah manajemen perubahan menggunakan konsep yang terkait dengan ketergantungan aktor. Gagasan mencacah masalah menjadi lima fase terinspirasi dari solusi Harmon (2003), yaitu desain ulang, analisis, peningkatan, perancangan ulang, dan penerapan proses baru.
Lima Fase
Pada perencanaan pemodelan, yang harus dipertimbangkan untuk mendesain ulang proses produksi adalah harus digunakan metodologi sistematis formal dan setiap aktor yang akan terpengaruh harus berpartisipasi memberikan gagasan, pendapat, dan masalah. Aktor internal ditugaskan untuk mendesain ulang proyek, menjamin bahwa manajer, penyelia, dan pekerja, dari semua tingkatan memiliki waktu untuk berpartisipasi secara terpadu. Di dalam proyek, ada aktor eksternal, yaitu pelanggan dan pemasok, serta aktor internal dari bagian keuangan, manufaktur, dan penjualan.
Informasi yang diperlukan dalam model adalah bagaimana proses dilakukan, apa masalah yang ada, dan sudut pandang aktor. Sebelum sistem dimodelkan, perlu menghilangkan masalah manajemen, kompleksitas perbedaan dalam proses, problem pemasaran, detail pabrikasi, serta perbedaan pelanggan antara distributor dan konsumen. Juga harus ada model tugas internal, tujuan, dan sasaran, dengan aktor pertama yang diutamakan adalah pelanggan.
Ketika proses dirancang ulang, yang harus dikalkulasi adalah kerangka waktu implementasi perubahan dan dapat membedakan antara yang diinginkan versus yang dibutuhkan. Sasaran sistem harus sama dengan tujuan perusahaan, yaitu mempertahankan laba tertinggi dan pertumbuhan penjualan. Tugas ini memiliki sasaran penting, yaitu pelayanan yang baik, dan operasi sistem yang cepat dan mudah akan mengurangi biaya proses.
Implementasi perubahan tergantung pada jenis dan budaya perusahaan. Perusahaan yang sensitif memerlukan periode yang panjang untuk bertransformasi. Sedangkan, perusahaan yang cukup adaptif dan yang memiliki budaya yang tak anti dengan perubahan dapat mengimplementasikannya dengan lebih cepat.
Simpulan
Teknik pemodelan ini berguna untuk menganalisis dan merancang manajemen perubahan pada perusahaan dengan menggunakan konsep ketergantungan aktor, yang dapat memberi alasan tentang peluang dan perubahan yang terkait dengan RUPB, serta dapat menggabungkan isu-isu terkait dengan perubahan dalam proses analisis dan desain sistem. Metode ini membantu untuk melengkapi pemodelan perubahan yang terkait dengan RUPB yang tujuannya meningkatkan produktivitas perusahaan.
Demikianlah di atas beberapa buah pemikiran manajemen stratejik tentang model intervensi perubahan perusahaan yang bisa kita pelajari dari Misra, Kumar, dan Kumar dari Sekolah Bisnis Eric Sprott, Universitas Carleton, Kanada. Semoga dapat mengilhami untuk mengambil keputusan stratejik lebih baik lagi ke depannya.
Di kala persaingan semakin tinggi, perubahan tentu akan datang makin cepat. Satu-satunya jaminan untuk bertahan dalam bisnis adalah kemampuan perusahaan untuk beradaptasi. Perusahaan yang sukses harus mengubah pandangannya seiring perkembangan zaman karena keberhasilan yang didapat didasarkan pada transformasi pada perusahaan yang lebih efisien dan gesit dari yang lainnya. Kelambatan untuk berubah dikarenakan tidak berani mencoba. Maka, berubahlah sebelum perusahaan terpaksa harus berubah.
Catatan Seorang Pebisnis
David Cornelis Mokalu
Leave a Comment