Foto: Yudi DH
Dari sekadar hobi menanam tanaman, akhirnya ide inovatif bercocok tanam tanpa tanah atau yang lebih di kenal dengan sistem hidroponik ini (hydroponic), bisa menjadi peluang membuka wirausaha sendiri. Bahkan, dapat dilakukan di halaman rumah sendiri, di area yang tidak terlalu luas di lantai 4.
Pasangan Aleng dan Patty tinggal sejak 1990. Tahun lalu, Aleng yang gemar menanam tanaman, tertarik untuk menekuni hobinya bercocok tanam dengan cara hidroponik. Aleng belajar secara otodidak, setelah sebelumnya melihat cara berhidroponik dalam kegiatan di Gereja. Tak lama belajar, kini, bahkan Aleng sudah seringkali memanen tanaman sayur-sayurannya dan dijual untuk warga perumahan itu, serta teman-teman Aleng sendiri. Hobi yang bermanfaat dan hobi yang menghasilkan uang. Bahkan, mimpi Aleng, ia akan memperluas area untuk menanam agar tanaman yang dipanen bisa lebih banyak lagi. Mimpi besar Aleng adalah, membuat green house. Hal yang tentu saja bisa menjadi kenyataan!
Hidroponik adalah cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah. Berasal dari bahasa Yunani: Hydro yang berarti air dan Phonos artinya daya. Mengandalkan air sebagai media tanamnya. Menurut literatur, bercocok tanam secara hidroponik sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Dalam sejarah terbukti ada Taman Gantung Babilonia dan taman Apung suku Aztec. Hidroponik juga di kenal di Jepang sejak 1950, saat bom atom terjadi dan mengakibatkan tanah di negara itu menjadi tandus. Maka sistem bertanam hidroponik mulai dilakukan. Di Indonesia bertanam dengan cara hidroponik mulai dikenal pada 1990an. Orang yang hobi bercocok tanam lebih menyukai menanam secara hidroponik karena tak perlu kotor-kotor lagi kena tanah.
Mulanya, Aleng memanfaatkan area lantai 3 yang tidak terlalu luas untuk memulai bertanam dengan cara hidroponik dengan system NFT. Meja tanam hanya 2 buah, tapi bisa menghasilkan sayur-sayuran dengan kualitas yang baik. Aleng menggunakan air hujan yang ditampung dan juga air AC untuk media air hidroponiknya. Aleng menanam jenis tanaman, kangkung, bayam hijau dan bayam merah, caisim, pagoda, selada, sawi dan tentu saja tanaman Kale yang sedang trend dan naik daun itu. Harga tanaman kale yang mahal membuat Aleng bersemangat. Aleng lalu juga menamam di lantai 4 yang tadinya area itu tidak terlalu dimanfaatkan.
Jika panen tiba, Aleng hanya perlu mengontak teman-teman dan warga perumahan, dan berdatanganlah pembeli. Terbanyak adalah pembeli tanaman kale yang kaya manfaat. Kale berharga paling mahal di antara tanaman sayuran lainnya. Aleng pun mengakui, bertanam kale memberi banyak keuntungan pemasukan uang, karena harga kale terbilang mahal.
Naskah: Lucky
Leave a Comment