Athome.id – Tingginya kasus kanker serviks atau kanker mulut rahim menempati urutan kedua setelah kanker payudara pada perempuan di Indonesia dan menyumbangkan kematian terbesar ketiga pada penderita kanker.
Dengan kejadian 36.964 kasus baru dan mengakibatkan 20.708 kematian menurut data GLOBOCAN 2022 yang dirilis oleh The International Agency for Research on Cancer (IARC), kanker yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) ini biasanya tidak menunjukkan gejala atau keluhan pada tahap awal. Gejala atau keluhan biasanya baru muncul ketika kanker sudah memasuki stadium 2 atau lebih.
Terkait seriusnya permasalah kanker serviks yang sebetulnya dapat dicegah ini ,Yayasan Kanker Indonesia, didukung program “Dedikasi Untuk Negeri” dari Bank Indonesia, menyelenggarakan diskusi bertajuk “Pelajari, Cegah dan Lakukan Skrining Kanker Serviks”.
Kegiatan ini dilaksanakan melalui program “Dedikasi Untuk Negeri” sebagai upaya meningkatkan kesehatan masyarakat yang akan mempengaruhi daya saing dan produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP mengatakan, “Jangan lengah, sebab kejadian kanker serviks di Indonesia masih tinggi, padahal kanker serviks merupakan jenis kanker yang dapat dicegah. Oleh sebab itu, YKI terus melakukan edukasi guna meningkatkan pengetahuan tentang kanker serviks. Kami mendorong perempuan untuk tidak perlu takut ataupun malu melakukan vaksinasi HPV dan melakukan deteksi dini kanker serviks. Sebab kanker dapat disembuhkan jika ditemukan pada stadium awal.”
Pentingnya vaksinasi HPV dan deteksi dini tes Pap Smear
Dr. Kartiwa Hadi Nuryanto, Sp.OG(K)Onk. dalam paparannya menjelaskan, “Sebanyak 95% kanker serviks pada wanita disebabkan oleh virus HPV (human papilloma virus), dan biasa terjadi pada perempuan di usia reproduksi. Hampir semua orang yang aktif secara seksual akan tertular pada suatu saat dalam hidupnya, biasanya tanpa gejala. Oleh sebab itu penting sekali melakukan pencegahan dengan vaksinasi, kontrol rutin dan menerapkan pola hidup sehat.”
Dalam paparannya Dr. Kartiwa juga mengatakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker serviks, diantaranya riwayat seksual secara aktif pada usia muda dibawah 18 tahun, hubungan seks beresiko, seperti berganti-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan kondom, dapat berkontribusi mempengaruhi meningkatnya kemungkinan terpapar HPV.
Selain itu, wanita yang merokok dua kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibandingkan mereka yang tidak merokok. Para peneliti percaya bahwa tembakau dapat merusak DNA sel serviks dan dapat pada perkembangan kanker serviks. Merokok juga membuat sistem kekebalan tubuh kurang efektif dalam melawan infeksi HPV.
Sistem imun tubuh yang lemah, seperti yang diakibatkan oleh virus HIV (virus penyebab AIDS), juga dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga berakibat pada risiko lebih tinggi terkena infeksi HPV.
Dr. Kartiwa menekankan, “Pencegahan terhadap kanker serviks sangatlah penting dilakukan, utamanya dengan vaksinasi HPV, deteksi dini dengan tes Pap Smear atau IVA secara rutin satu hingga dua tahun sekali, menerapkan pola hidup sehat, melakukan seks yang aman, olahraga yang baik, dan tidak merokok.”
Pencegahan perlu dilakukan, mempertimbangkan penderitaan yang dialami sebagai pasien kanker serviks. Penderitaan yang dialami oleh pasien kanker serviks berpotensi lebih parah dan kompleks dibandingkan penderita kanker lainnya.
Penderitaan multi dimensi pada pasien kanker serviks
Dalam paparan bertajuk “Memelihara Hidup Berkualitas pada Pasien Kanker Serviks”, dr. Siti Annisa Nuhonni, Sp.KFR, pakar paliatif YKI, menyebutkan bahwa tantangan yang dihadapi pasien kanker serviks meliputi dimensi kualitas hidup.
“Penderitaan yang dialami mencakup kekhawatiran fisik seperti gejala dan rasa sakit, kemampuan fungsional, kesejahteraan keluarga, kesejahteraan emosional, spiritualitas, fungsi sosial, kepuasan terhadap pengobatan, orientasi masa depan, seksualitas, intimasi dan citra tubuh, serta fungsi pekerjaan,” ulas dr. Nuhonni.
Dengan penderitaan multi dimensi yang dilalui pasien kanker serviks, perlu mendapatkan dukungan untuk memelihara hidup yang berkualitas. “Hal ini perlu didukung dengan pelayanan paliatif yang meliputi kegiatan penatalaksanaan nyeri, penatalaksanaan keluhan fisik, dukungan psikologis, dukungan sosial, dukungan kultural dan spiritual, perencanaan perawatan yang baik, perawatan akhir kehidupan, hingga dukungan dan persiapan selama masa duka,” jelas dr. Nuhonni.
Lebih lanjut dr. Nuhonni menyimpulkan bahwa “Pelayanan paliatif adalah upaya menata kehidupan berkualitas dan kematian yang bermartabat.”
Yayasan Kanker Indonesia mengajak masyarakat untuk bekerjasama dalam memerangi kanker serviks. “Penanggulangan kanker serviks harus dilakukan bersama-sama, tidak hanya kaum perempuan, tetapi juga harus didukung kaum laki-laki, sehingga pencegahan kanker serviks tidak lagi menjadi hal yang tabu. Dukungan fasilitas, layanan dan akses terhadap vaksinasi HPV dan deteksi dini kanker serviks kini sudah semakin maju di Indonesia, dan perlu dimanfaatkan sebagai tekad kita bersama untuk mengurangi kejadian kanker serviks,” tutup Prof. Aru.
Leave a Comment